Senin, 21 November 2022

Kewajiban Berbakti Kepada Orang Tua

 

Bapak dan ibu, ayah dan bunda, abi dan umi, papa dan mama merupakan kedua orang tua yang sangat berjasa dan berperan atas diri kita.  Ditangan mereka, dari sebelum lahir sampai saat ini, kita selalu dirawat, diperhatikan, dilindungi dan bahagiakan. Tanpa mengharap balas budi dari kita, mereka dengan tulus dan ikhlas membesarkan kita, mendidik kita agar menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Do’a selalu mereka panjatkan untuk kita. Kerja keras mereka lakukan agar dapat memberikan makan dan kebutuhan kepada kita. Tiada keluh kesah. Mereka melakukan itu semua dengan bahagia.Jika berkaca pada perjuangan kedua orang tua dalam membesarkan kita, sudah selayaknya kita berbuat baik dan berbakti terhadap kedua orang tua atau dalam Islam sering disebut birrul walidain. Mereka sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari anaknya.

Mengenai hal tersebut Islam sangat perhatian, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”. (Q.S. Luqman [31]: 15)



Ada beberapa kewajiban yang dilakukan oleh anak semasa kedua orang tua masih hidup, yaitu mentaati semua perintahnya. Dengan catatan perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT. Hukum mentaati kedua orangtua adalah wajib atas setiap muslim dan haram hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai dan menyakiti mereka berdua. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang diperintahkan oleh kedua orangtua. Allah SWT berfirman

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا ۖ

Rabu, 16 November 2022

Persidangan Akhirat Jauh Lebih Dasyat dari Sidang Ferdi Sambo

 Dan mandinya orang kafir ketika masuk Islam jika dia tidak junub di masa kufurnya. Atau wanita kafir yang tidak mengalami haidl -saat masih kufur-. Jika junub atau haidl, maka wajib bagi mereka berdua untuk melakukan mandi setelah masuk Islam menurut pendapat al ashah. Ada yang mengatakan bahwa kewajiban mandinya telah gugur ketika masuk Islam.

Dan mandinya orang gila atau pingsan ketika keduanya telah sembuh dan tidak dipastikan mereka berdua telah mengeluarkan sperma -saat belum sembuh-.

Sehingga, jika dipastikan bahwa keduanya telah mengeluarkan sperma, maka wajib bagi mereka berdua untuk mandi.

Mandi ketika hendak ihram. Dalam mandi ini, tidak ada perbedaan antara orang sudah baligh dan selainnya, antara orang gila dan orang yang memiliki akal sehat, antara orang yang suci dan wanita yang haidl. Jika orang yang ihram itu tidak menemukan air, maka sunnah melakukan tayammum.

Mandi karena hendak masuk Makkah bagi orang yang ihram haji atau umrah.

Mandi karena wukuf di Arafah pada tanggal sembilan Dzul Hijjah.






Mandi Wajib Besar

 (فصل): في موجب الغسل. والغسل لغة سيلان الماء على الشيء مطلقاً وشرعاً سيلانه على جميع البدن بنية مخصوصة (والذي يوجب الغسل ستة أشياء ثلاثة)

منها (تشترك فيها الرجال والنساء وهي التقاء الختانين) ويعبر عن هذا الالتقاء بإيلاج حي واضح غيب حشفة الذكر منه،أو قدرها من مقطوعها في فرج، ويصير الآدمي المولج فيه جنباً بإيلاج ما ذكر، أما الميت فلا يعاد غسله بإيلاج فيه، وأما الخنثى المشكل، فلا غسل عليه بإيلاج حشفته، ولا بإيلاج في قبله

(و) من المشترك (إنزال) أي خروج (المنيّ) من شخص بغير إيلاج، وإن قل المني كقطرة، ولو كانت على لون الدم، ولو كان الخارج بجماع أو غيره في يقظة أو نوم بشهوة أو غيرها من طريقه المعتاد، أو غيره كأن انكسر صلبه، فخرج منيه

(و) من المشترك (الموت) إلا في الشهيد (وثلاثة تختص بها النساء وهي الحيض) أي الدم الخارج من امرأة بلغت تسع سنين، (والنفاس) وهو الدم الخارج عقب الولادة، فإنه موجب للغسل قطعاً (والولادة) المصحوبة بالبلل موجبة للغسل قطعاً، والمجردة عن البلل موجبة للغسل في الأصح.

Fasal yang Mewajibkan Mandi Besar ada Enam

(Fasal) menjelaskan tentang hal-hal yang mewajibkan mandi besar.

Pengertian Mandi Besar

Secara bahasa, mandi bermakna mengalirnya air pada sesuatu secara mutlak.

Secara syara’ adalah bermakna mengalirnya air ke seluruh badan disertai niat tertentu.

Yang Mewajibkan Mandi

Sesuatu yang mewajibkan mandi ada enam perkara.

Tiga di antaranya dialami oleh laki-laki dan perempuan, yaitu bertemunya alat kelamin.

Bertemunya alat kelamin ini diungkapkan dengan arti, orang hidup yang jelas kelaminnya yang memasukkan hasyafah penisnya atau kira-kira hasyafah dari penis yang terpotong hasyafahnya ke dalam farji.

Anak Adam yang dimasuki hasyafah menjadi junub sebab dimasuki oleh hasyafah yang telah disebutkan di atas.

Sedangkan untuk mayat yang sudah di mandikan, maka tidak perlu dimandikan lagi ketika dimasuki haysafah.

Adapun khuntsa musykil, maka tidak wajib baginya melakukan mandi sebab memasukkan hasyafahnya atau  


Di antara hal yang di alami oleh laki-laki dan perempuan adalah keluar sperma sebab selain memasukkan hasyafah.

Walaupun sperma yang keluar hanya sedikit seperti satu tetes. Walaupun berwarna darah. Walaupun sperma keluar sebab jima’ atau selainnya, dalam keadaan terjaga atau tidur, disertai birahi ataupun tidak, dari jalur yang normal ataupun bukan seperti punggungnya belah kemudian spermanya keluar dari sana.

Di antara yang dialami oleh keduanya adalah mati, kecuali orang yang mati syahid.

Tiga hal yang mewajibkan mandi adalah tertentu dialami oleh kaum perempuan. Yaitu haidl, maksudnya darah yang keluar dari seorang wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun.

Dan nifas, yaitu darah yang keluar setelah melahirkan. Maka sesungguhnya nifas mewajibkan mandi secara mutlak.

Melahirkan yang disertai dengan basah-basah mewajibkan mandi secara pasti. Sedangkan melahirkan yang tidak disertai basah-basah mewajibkan mandi menurut pendapat ashah.

Pasal Tata Cara Mandi ada Tiga

(فصل): وفرائض الغسل ثلاثة أشياء.

أحدها (النية) فينوي الجنب رفع الجنابة أو الحدث الأكبر ونحو ذلك، وتنوي الحائض أو النفساء رفع حدث الحيض أو النفاس، وتكون النية مقرونة بأول الفرض، وهو أول ما يغسل من أعلى البدن أو أسفله، فلو نوى بعد غسل جزء وجب إعادته (وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه) أي المغتسل وهذا ما رجحه الرافعي وعليه فلا تكفي غسلة واحدة عن الحدث والنجاسة، ورجح النووي الاكتفاء بغسلة واحدة عنهما، ومحله ما إذا كانت النجاسة حكمية، أما إذا كانت النجاسة عينية وجب غسلتان عندهما

(وإيصال الماء إلى جميع الشعر والبشرة) وفي بعض النسخ بدل جميع أصول، ولا فرق بين شعر الرأس وغيره، ولا بين الخفيف منه والكثيف، والشعر المضفور إن لم يصل الماء إلى باطنه إلا بالنقض وجب نقضه، والمراد بالبشرة ظاهر الجلد، ويجب غسل ما ظهر من صماخي أذنيه ومن أنف مجدوع، ومن شقوق بدن، ويجب إيصال الماء إلى ما تحت القلفة من الأقلف، وإلى ما يبدو من فرج المرأة عند قعودها لقضاء حاجتها، ومما يجب غسله المسربة، لأنها تظهر في وقت قضاء الحاجة، فتصير من ظاهر البدن 

 

(وسننه) أي الغسل (خمسة أشياء التسمية والوضوء) كاملاً (قبله) وينوي به المغتسل سنة الغسل إن تجردت جنابته عن الحدث الأصغر (وإمرار اليد على) ما وصلت إليه من (الحسد) ويعبر عن هذا الإمرار بالدلك

(والموالاة) وسبق معناها في الوضوء (وتقديم اليمنى) من شقيه (على اليسرى) وبقي من سنن الغسل أمور مذكورة في المبسوطات منها التثليث وتخليل الشعر.

Niat

(Fasal) fardlunya mandi ada tiga perkara.

Salah satunya adalah niat. Maka orang yang junub niat menghilangkan hadats jinabah, menghilangkan hadats besar atau niat-niat sesamanya. Sedangkan untuk wanita haidl dan wanita nifas, niat menghilangkan hadats haidl atau hadats nifas.

Niat yang dilakukan harus bersamaan dengan awal kefarduan, yaitu awal bagian badan yang terbasuh, baik dari badan bagian atas atau bagian bawah.

Mandi Besar yang Disunnahkan

(Fasal) mandi-mandi yang disunnahkan ada tujuh belas mandi.

Yaitu mandi Jum’at bagi orang yang hendak menghadirinya. Dan waktunya mulai dari terbitnya fajar shadiq.

Dan mandi dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha. Waktunya mandi ini mulai tengah malam.

Mandi sholat istisqa’, yaitu meminta siraman dari Allah Swt.

Mandi karena hendak melakukan sholat gerhana rembulan dan gerhana matahari.

Dan mandi karena memandikan mayat orang Islam atau kafir.

Dan mandinya orang kafir ketika masuk Islam jika dia tidak junub di masa kufurnya. Atau wanita kafir yang tidak mengalami haidl -saat masih kufur-. Jika junub atau haidl, maka wajib bagi mereka berdua untuk melakukan mandi setelah masuk Islam menurut pendapat al ashah. Ada yang mengatakan bahwa kewajiban mandinya telah gugur ketika masuk Islam.

Dan mandinya orang gila atau pingsan ketika keduanya telah sembuh dan tidak dipastikan mereka berdua telah mengeluarkan sperma -saat belum sembuh-.

Sehingga, jika dipastikan bahwa keduanya telah mengeluarkan sperma, maka wajib bagi mereka berdua untuk mandi.

Mandi ketika hendak ihram. Dalam mandi ini, tidak ada perbedaan antara orang sudah baligh dan selainnya, antara orang gila dan orang yang memiliki akal sehat, antara orang yang suci dan wanita yang haidl. Jika orang yang ihram itu tidak menemukan air, maka sunnah melakukan tayammum.

Mandi karena hendak masuk Makkah bagi orang yang ihram haji atau umrah.

Mandi karena wukuf di Arafah pada tanggal sembilan Dzul Hijjah.

Mandi karena untuk mabit (bermalam) di Muzdalifah, dan karena untuk melempar jumrah tsalats (tiga jumrah) pada tiga hari tasyrik.

Maka dia sunnah melakukan mandi untuk melempar jumrah setiap hari dari tiga hari tasyrik.

Sedangkan untuk melempar jumrah Aqabah di hari Nahar (hari raya kurban), maka dia tidak sunnah mandi karena hendak melakukannya, sebab waktunya terlalu dekat dari mandi untuk wukuf.

Dan mandi karena untuk melakukan thawaf yang mencakup thawaf Qudum, Ifadlah dan Wada’.

Sisa-sisa mandi yang disunnah telah dijelaskan di kitab-kitab yang panjang keterangan.[alkhoirot.org]

 




Yang Membatalkan Wudlu'

 Pembatal wudhu atau penyebab hadas kecil ada lima. Dengan terjadinya salah satu yang lima ini maka wudhu seseorang menjadi batal dan dia tidak bisa melakukan ibadah yang mewajibkan suci dari hadas kecil kecuali setelah berwudhu lagi.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i 

Fasal yang Membatalkan Wudhu ada Lima


(فصل): في نواقض الوضوء المسماة أيضاً بأسباب الحدث (والذي ينقض) أي يبطل (الوضوء خمسة أشياء)

أحدها (ما خرج من) أحد (السبيلين) أي القبل والدبر من متوضىء حيّ واضح معتاداً كان الخارج كبول وغائط، أو نادراً كدم وحصى نجساً كهذه الأمثلة، أو طاهراً كدود إلا المني الخارج باحتلام من متوضىء ممكن مقعده من الأرض، فلا ينقض والمشكل إنما ينتقض وضوءه بالخارج من فرجيه جميعاً


(و) الثاني (النوم على غير هيئة المتمكن) وفي بعض نسخ المتن زيادة من الأرض بمقعده، والأرض ليست بقيد، وخرج بالمتمكن ما لو نام قاعداً غير متمكن أو نام قائماً أو على قفاه ولو متمكناً

(و) الثالث (زوال العقل) أي الغلبة عليه (بسكر أو مرض) أو جنون أو إغماء أو غير ذلك

(و) الرابع (لمس الرجل المرأة الأجنبية) غير المحرم ولو ميتة، والمراد بالرجل والمرأة ذكر وأنثى بلغا حد الشهوة عرفاً، والمراد بالمحرم من حرم نكاحها لأجل نسب أو رضاع أو مصاهرة وقوله: (من غير حائل) يخرج ما لو كان هناك حائل فلا نقض حينئذ

(و) الخامس وهو آخر النواقض (مس فرج الآدمي بباطن الكف) من نفسه وغيره ذكراً أو أنثى صغيراً أو كبيراً حياً أو ميتاً، ولفظ الآدمي ساقط في بعض نسخ المتن وكذا قوله (ومس حلقة دبره) أي الآدمي ينقض (على) القول (الجديد) وعلى القديم لا ينقض مس الحلقة، والمراد بها ملتقى المنفذ وبباطن الكف الراحة مع بطون الأصابع، وخرج بباطن الكف ظاهره وحرفه، ورؤوس الأصابع وما بينها فلا نقض بذلك أي بعد التحامل اليسير.

(Fasal) menjelaskan perkara-perkara yang membatalkan wudlu’ yang disebut juga dengan “sebab-sebab hadats”.

Perkara yang merusak, maksudnya yang membatalkan wudlu’ ada lima perkara.

Sesuatu Yang Keluar dari Dua Jalan

Salah satunya adalah sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur-nya orang yang memiliki wudlu, yang hidup dan jelas -jenis kelaminnya-.

Baik yang keluar itu adalah sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan tahi, atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh-contoh ini, atau suci seperti ulat (kermi : jawa).


Kecuali sperma yang keluar sebab mimpi yang dialami oleh orang yang memiliki wudlu’ yang tidur dengan menetapkan pantatnya di lantai, maka sperma tersebut tidak membatalkan wudlu’.

Orang khuntsa musykil, wudlu’nya hanya bisa batal sebab ada sesuatu yang keluar dari kedua farjinya secara keseluruhan.

Batal Sebab Tidur

Dan yang kedua adalah tidur dengan keadaan tidak menetapkan pantat. Dalam sebagian redaksi matan ada tambahan kata-kata “dari tanah dengan tempat duduknya”. Tanah bukanlah menjadi qayyid.

Dengan bahasa “menetapkan pantat”, maka terkecuali kalau dia tidur dalam keadaan duduk yang tidak menetapkan pantat, tidur dalam keadaan berdiri atau tidur terlentang walaupun menetapkan pantatnya.

Sebab Hilangnya Akal

Dan yang ketiga adalah hilangnya akal, maksudnya akalnya terkalahkan sebab mabuk, sakit, gila, epilepsi atau selainnya.

Sebab Bersentuhan Kulit

Yang ke empat adalah persentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram walaupun sudah meninggal dunia.

Yang dikehendaki dengan laki-laki dan perempuan adalah laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat[1] secara ‘urf.


Yang dikehendaki dengan mahram adalah wanita yang haram dinikah karena ikatan nasab, radla’ (tunggal susu) atau ikatan mushaharah (pernikahan).

Perkataan mushannif, “tanpa ada penghalang -di antara keduanya-” mengecualikan seandainya terdapat penghalang di antara keduanya, maka kalau demikian tidak batal.

Sebab Memegang Kemaluan

Yang kelima, yaitu hal-hal yang membatalkan wudlu’ yang terakhir adalah menyentuh kemaluan anak Adam dengan bagian dalam telapak tangan, baik kemaluannya sendiri atau orang lain, laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, masih hidup ataupun sudah meninggal dunia.

Lafadz “anak Adam” tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan.

Begitu juga tidak tercantum di sebagian redaksi adalah ungkapan mushannif “dan menyentuh lingkaran dubur anak Adam itu bisa membatalkan menurut pendapat qaul Jadid”.

Menurut qaul Qadim, menyentuh lingkaran dubur anak Adam tidak membatalkan wudlu’.

Yang dikehendaki dengan halqah adalah tempat bertemunya lubang keluarnya kotoran. Dan yang dikehendaki dengan bagian dalam tangan adalah telapak tangan beserta bagian dalam jari-jari tangan.

Dikecualikan dari bagian dalam tangan yaitu bagian luar dan pinggir tangan, ujung jemari dan bagian di antara jemari. Maka tidak sampai membatalkan wudlu’ sebab menyentuh dengan bagian-bagian tersebut, maksudnya setelah menekan sedikit.
[alkhoirot.org]

Bab Istinja'

 Istinjak adalah bersuci (cebok; Jawa: cewok, cawik) setelah kencing atau buang air besar (BAB) atau buang hajat. Istinjak boleh dilakukan dengan air saja, dengan tisu saja, atau kombinasi tisu dan air. Hukum istinjak adalah wajib untuk menghilangkan najis dan menyucikannya.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i 



Fasal Istinjak dan Adab Buang Air Besar

(فصل): في الاستنجاء وآداب قاضي الحاجة (والاستنجاء) وهو من نجوت الشيء أي قطعته، فكأن المستنجي يقطع به الأذى عن نفسه (واجب من) خروج (البول والغائط) بالماء أو الحجر وما في معناه من كل جامد طاهر قالع غير محترم (و) لكن (الأفضل أن يستنجي) أولاً (بالأحجار ثم يتبعها) ثانياً (بالماء) والواجب ثلاث مسحات، ولو بثلاثة أطراف حجر واحد

(ويجوز أن يقتصر) المستنجي (على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل) إن حصل الإنقاء بها، وإلا زاد عليها حتى ينقى، ويسن بعد ذلك التثليث (فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل) لأنه يزيل عين النجاسة وأثرها، وشرط أجزاء الاستنجاء بالحجر أن لا يجف الخارج النجس، ولا ينتقل عن محل خروجه، ولا يطرأ عليه نجس آخر أجنبي عنه، فإن انتفى شرط من ذلك تعين الماء



Sunnah Wudlu

 Berwudhu berdasarkan yang wajib saja sudah sah, namun akan lebih ideal apabila mengamalkan yang sunnah juga yang jumlahnya ada 10 (sepuluh). Di antaranya membasuh kedua telinga, berkumur membaca bismilah, dll.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i 


(وسننه) أي الوضوء (عشرة أشياء) وفي بعض نسخ المتن عشر خصال (التسمية) أوله وأفلها بسم الله وأكملها بسم الله الرحمن الرحيم، فإن ترك التسمية أوله أتى بها في أثنائه، فإن فرغ من الوضوء لم يأت بها

(وغسل الكفين) إلى الكوعين قبل المضمضة ويغسلهما ثلاثاً إن تردد في طهرهما. (قبل إدخالهما الإناء) المشتمل على ماء دون القلتين، فإن لم يغسلهما كره له غمسهما في الإناء، وإن تيقن طهرهما لم يكره له غمسهما. (والمضمضة) بعد غسل الكفين، ويحصل أصل السنة فيها بإدخال الماء في الفم سواء أداره فيه ومجه أم لا، فإن أراد الأكمل مجه


Fardlunya Wudlu

 Wudhu adalah mengalirkan air dengan cara membasuh atau mengusap pada anggota tubuh tertentu dengan tujuan untuk menghilangkan hadas kecil sebagai salah satu syarat untuk sahnya shalat, membaca Al-Quran, dan ibadah lain yang mewajibkan suci dari hadas kecil.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i



Fasal Farhunya Wudhu

(فصل): في فروض الوضوء. وهو بضم الواو في الأشهر اسم للفعل، وهو المراد هنا وبفتح الواو اسم لما يتوضأ به، ويشتمل الأول على فروض وسنن، وذكر المصنف الفروض في قوله: (وفروض الوضوء ستة أشياء)

أحدها (النية) وحقيقتها شرعاً قصد الشيء مقترناً بفعله، فإن تراخى عنه سمي عزماً وتكون النية (عند غسل) أول جزء من (الوجه) أي مقترنة بذلك الجزء لا بجميعه، ولا بما قبله ولا بما بعده، فينوي المتوضىء عند غسل ما ذكر رفع حدث من أحداثه، أو ينوي استباحة مفتقر، إلى وضوء، أو ينوي فرض الوضوء، أو الوضوء فقط، أو الطهارة عن الحدث، فإن لم يقل عن الحدث لم يصح، وإذا نوى ما يعتبر من هذه النيات وشرك معه نية تنظف أو تبرد صح وضوءه


Memakai Siwak

 (فصل): في استعمال آلة السواك. وهو من سنن الوضوء ويطلق السواك أيضاً على ما يستاك به من أراك ونحوه.

(والسواك مستحب في كل حال) ولا يكره تنزيهاً (إلا بعد الزوال للصائم) فرضاً أو نفلاً، ونزول الكراهة بغروب الشمس، واختار النووي عدم الكراهة مطلقاً (وهو) أي السواك (في ثلاثة مواضع أشد استحباباً) من غيرها

أحدها (عند تغير الفم من أزم) قيل هو سكوت طويل. وقيل ترك الأكل، وإنما قال (وغيره) ليشمل تغير الفم بغير أزم كأكل ذي ريح كريه من ثوم وبصل وغيرهما.

(و) الثاني (عند القيام) أي الاستيقاظ (من النوم و) الثالث (عند القيام إلى الصلاة) فرضاً أو نفلاً ويتأكد أيضاً في غير الثلاثة المذكورة مما هو مذكور في المطولات، كقراءة القرآن واصفرار الأسنان، ويسن أن ينوي بالسواك السنة، وأن يستاك بيمينه، ويبدأ بالجانب الأيمن من فمه، وأن يمره على سقف حلقه إمراراً لطيفاً، وعلى كراسي أضراسه.
Fasal) menjelaskan tentang menggunakan alat siwak. Bersiwak termasuk salah satu kesunnahan wudu’.

Siwak juga diungkapan untuk barang yang digunakan bersiwak, yaitu kayu arak dan sesamanya.

Hukum Bersiwak

Siwak disunnahkan pada semua keadaan.

Siwak tidak dimakruhkan tanzih kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, baik puasa fardlu atau sunnah.

Hukum makruh tersebut menjadi hilang dengan terbenamnya matahari. Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak.

Tempat-Tempat Yang Sangat Disunnahkan Untuk Bersiwak

Siwak di dalam tiga tempat hukumnya lebih disunnahkan dari pada tempat yang lain.

Salah satunya adalah ketika berubahnya keadaan mulut sebab azm. Ada yang mengatakan bahwa azm adalah diam terlalu lama. Dan ada yang mengatakan azm adalah tidak makan.


 

Wadah yang Haram atau Boleh Digunakan

 (فصل): في بيان ما يحرم استعماله من الأواني وما يجوز. وبدأ بالأول فقال (ولا يجوز) في غير ضرورة لرجل أو امرأة (استعمال) شيء من (أواني الذهب والفضة) لا في أكل ولا في شرب ولا غيرهما، وكما يحرم استعمال ما ذكر يحرم اتخاذه من غير استعمال في الأصح، ويحرم أيضاً الإناء المطليّ بذهب أو فضة إن حصل من الطلاء شيء بعرضه على النار. (ويجوز استعمال) إناء (غيرهما) أي غير الذهب والفضة (من الأواني) النفيسة كإناء ياقوت، ويحرم الإناء المضبب بضبة فضة كبيرة عرفاً لزينة، فإن كانت كبيرة لحاجة جاز مع الكراهة، أو صغيرة عرفاً لزينة كرهت، أو لحاجة فلا تكره، أما ضبة الذهب فتحرم مطلقاً كما صححه النووي.
(Fasal) menjelaskan wadah-wadah yang haram dipergunakan dan yang boleh dipergunakan.

Mushannif mengawali dengan yang pertama (yang haram dipergunakan). Beliau berkata, “selain keadaan darurat, tidak diperkenankan bagi laki-laki dan perempuan untuk menggunakan sesuatu dari wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak. Tidak untuk makan, minum dan selain keduanya.”

Sebagaimana haram menggunakan barang-barang yang telah disebutkan di atas, begitu juga haram menyimpannya tanpa digunakan menurut pendapat al ashah.

Penyepuhan

Dan juga haram menggunakan wadah yang disepuh dengan emas atau perak, jika ada sepuhan yang terpisah seandainya dipanggang di atas api.

Wadah Selain Emas Dan Perak

Diperbolehkan menggunakan wadah yang terbuat dari selain keduanya, yaitu selain emas dan perak, yaitu wadah-wadah yang indah seperti wadah yang terbuat dari yaqut.

Tambalan Emas Dan Perak

Haram menggunakan wadah yang ditambal dengan tambalan perak yang berukuran besar menurut ‘urf dengan tujuan berhias.

Jika tambalan perak itu berukuran besar karena ada hajat, maka diperbolehkan namun makruh. Atau berukuran kecil secara ‘urf karena tujuan berhias, maka dimakruhkan. Atau karena hajat, maka tidak dimakruhkan.


Pasal Menyamak Kulit Binatang

 (فصل): في ذكر شيء من الأعيان المتنجسة وما يطهر منها بالدباغ وما لا يطهر. (وجلود الميتة) كلها (تطهر بالدباغ) سواء في ذلك ميتة مأكول اللحم وغيره. وكيفية الدبغ أن ينزع فضول الجلد مما يعفنه من دم ونحوه بشيء حريف كعفص، ولو كان الحريف نجساً كذرق حمام كفى في الدبغ (إلا جلد الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما) مع حيوان طاهر فلا يطهر بالدباغ (وعظم الميتة وشعرها نجس) وكذا الميتة أيضاً نجسة وأريد بها الزائلة الحياة بغير ذكاة شرعية، فلا يستثنى حينئذ جنين المذكاة إذا خرج من بطن أمه ميتاً، لأن ذكاته في ذكاة أمه، وكذا غيره من المستثنيات المذكورة في المبسوطات، ثم استثنى من شعر الميتة قوله (إلا الآدميّ) أي فإن شعره طاهر كميتته.

(Fasal) menjelaskan tentang barang-barang najis, barang-barang najis yang bisa suci dengan cara di-samak dan yang tidak bisa suci (dengan cara di-samak).

Kulit Bangkai Bisa Suci dengan Disamak

Kulit bangkai semuanya bisa suci dengan cara di-samak. Dalam hal itu baik bangkai binatang yang halal dimakan dan yang tidak halal dimakan.

Tata Cara Menyamak

Tata cara menyamak adalah menghilangkan fudlulul (hal-hal yang melekat) kulit yang bisa membuat busuk yaitu berupa darah dan sesamanya, dengan menggunakan barang yang asam / pahit seperti tanaman afshin[1]. Jika barang pahit yang digunakan itu najis seperti kotoran burung dara, maka sudah dianggap cukup dalam penyamakan.

Benda yang Tidak Bisa Suci Walau Disamak

Kecuali kulit bangkai anjing, babi, keturunan keduanya, atau keturunan salah satu dari keduanya hasil perkawinan dengan binatang yang suci. Maka kulit binatang-binatang ini tidak bisa suci dengan cara di-samak.

Tulang dan bulunya bangkai hukumnya adalah najis. Begitu juga bangkainya itu sendiri hukumnya juga najis.

Yang dikehendaki dengan bangkai adalah binatang yang mati sebab selain sembelihan secara syar’i.

Kalau demikian, maka tidak perlu dikecualikan janinnya binatang yang disembelih (secara syar’i) yang keluar dari perut induknya dalam keadaan mati. Begitu juga bentuk-bentuk pengecualian lain yang dijelaskan di dalam kitab-kitab yang luas keterangannya.